CATATAN ATAS KHUTBAH IDUL FITRI 1433 H DI KOMPLEKS PERGURUAN MUHAMMADIYAH BUNTOK
Oleh: SYAMSUDDIN
RUDIANNOOR
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.: يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ
وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ
اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Pada hari Ahad tanggal 19 Agustus 2012
dilaksanakan Shalat Idul Fitri 1 Syawwal 1433 H di halaman kompleks Perguruan
Muhammadiyah, Jalan Pelita Raya Buntok, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi
Kalimantan Tengah.
Khatib yang menyampaikan khutbah id pada hari itu
berasal dari Makassar (tidak perlu menyebutkan nama) dan materi khutbah sangat
bagus serta cukup menyentuh.
Ada beberapa hal yang ingin disampaikan untuk
melengkapi khutbah id tersebut yang pada pokoknya adalah khatib telah penyampaian
hadits tanpa menyebutkan sumber hadits / perawi hadits dan adanya hadits yang
meragukan dari segi keabsahannya.
Intinya, Islam adalah NIKMAT, disampaikan oleh
Nabi Muhammad dan Muhammad tidak berhak menentukan Islam berdasarkan nafsunya. Dasarnya
adalah Al Qur’an Surah An Najm ayat 2-3:
dan tiadalah yang
diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada
lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),
Maksudnya,
tidak mungkin seorang khatib mengucapkan sesuatu tanpa menyebutkan sember
dalilnya padahal Islam adalah dalil Allah yang dibawa Muhammad. Allah berfirman
dalam surah Al Haqqah ayat 44-48: "Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas
(nama) Kami, niscaya benar-benar kami
pegang dia pada tangan kanannya.
Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali
tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan
urat nadi itu. Dan sesungguhnya Al
Qur'an itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa."
Sekarang
kembali kepada pokok bahasan. Dalam khutbah Id tersebut, khatib mengutip hadits
tentang seorang laki-laki yang sedang sakratul maut namun tidak bisa mengucap “la ilaaha illallah” karena durhaka
kepada ibunya. Karena ibunya tidak mau mengampuni maka Rasulullah memerintahkan
mengumpulkan kayu bakar dan akan membakar pemuda durhaka tersebut.
.
Permasalahnya,
khatib menisbahkan kisah itu kepada Rasulullah SAW tanpa menyebutkan sumber
pengambilan riwayat. Atas kenyataan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Saya,
Syamsuddin Rudiannoor, pernah membawakan hadits “kisah sakaratul maut Al Qomah”
riwayat Thabarani dalam khutbah Jum’at di Masjid At Taqwa Buntok (rasanya tahun
2004) dalam tema Berbakti kepada Kedua Orang Tua. Kisah yang disampaikan sama,
seorang pemuda tidak bisa mati karena durhaka kepada ibunya. Selesai khutbah
maka pada sore harinya saya bertanya kepada ustadz Heri Nuryahdin (siswa PP
Persis Bangil) tentang hadits tadi. Apa jawaban yang saya dapat? Katanya, “Kami
tidak berani membawakan hadits seperti itu, khawatir mencela sahabat”. Pada
waktu itu saya diam namun hati menjadi penasaran. Barulah pada tahun 2006 anak
saya Faizar Rudiannoor membeli buku ”Hadits-hadits Dhaif dan Maudhu” Jilid 1
karya Abdul Hakim bin Amir Abdat. Setelah
membaca buku ini baru saya faham apa yang dimaksud oleh ustad Heri.
2. Dari buku ”Hadits-hadits Dhaif dan Maudhu” Jilid 1
karya Abdul Hakim bin Amir Abdat, penerbit Darul Qolam, Jakarta, cetakan II –
Tahun 2005, halaman 201-2005, diuraikan sebagai berikut: “122. Artinya: Dari
Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata: Kami pernah berada disisi Nabi SAW lalu
datanglah seseorang, ia berkata: Ada seorang pemuda yang nafasnya hampir putus,
lalu dikatakan kepadanya, ucapkanlah Laa
ilaaha illallah, akan tetapi ia tidak sanggup mengucapkannya. Beliau SAW
bertanya kepada orang itu: “Apakah anak muda itu sholat?” Jawab orang itu:
“Ya”. Lalu Rasulullah SAW bangkit berdiri dan kami pun berdiri bersama beliau,
kemudian beliau masuk menenui anak muda itu, beliau bersabda kepadanya:
“Ucapkanlah Laa ilaaha illallah”.
Anak muda itu menjawab: “Saya tidak sanggup.” Beliau SAW bertanya: “Kenapa?” Dijawab
oleh orang lain: “Dia telah durhaka kepada ibunya.” Lalu Nabi SAW bertanya:
“Apakah ibunya masih hidup?” Mereka menjawab: “Ya”. Beliau SAW bersabda:
“Panggil ibunya kemari!” Lalu datanglah ibunya, maka beliau bersabda: “Ini
anakmu?” Jawabnya: “Ya.” Beliau bersabda lagi kepadanya: “Bagai mana
pandanganmu kalau sekiranya dibuat api unggun yang besar lalu dikatakan
kepadamu: Jika engkau memberi syafaat mu kepadanya niscaya akan kami lepaskan
dia, dan jika tidak maka pasti kami akan membakarnya dengan api, apakah engkau
akan memberikan syafaatmu kepadanya?” Perempuan itu menjawab: “Kalau begitu,
aku akan memberikan syafaat kepadanya”. Beliau bersabda: “Maka jadikanlah Allah
sebagai saksinya dan jadikan aku sebagai saksinya sesungguhnya engkau telah
meridhai anakmu”. Perempuan itu berkata: “Ya Allah, sesungguhnya aku menjadikan
Engkau sebagai saksi dan aku menjadikan Rasul-Mu sebagai saksi sesungguhnya aku
telah meridhai anakku.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda kepada anak itu: “Wahai
anak muda ucapkanlah Laa ilaaha illallah
wahdahu laa syarikalah wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluhu”. Lalu
anak muda itu pun dapat mengucapkannya. Maka bersabda Rasulullah SAW: “Segala
puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dengan sebab aku dari api neraka”.
3.
Komentar
dalam ”Hadits-hadits Dhaif dan Maudhu” Jilid 1 karya Abdul Hakim bin Amir Abdat
adalah: Status hadits SANGAT LEMAH. Hadits Al Qomah ini diriwayatkan oleh
Thabarani dalam kitabnya Al Mu’jam Kabir dan Imam Ahmad meriwayatkan dengan
ringkas. Demikian keterangan Al Imam Al Mundziry dalam kitabnya At Targhib wat
Tarhib juz 3 halaman 331. Saya berkata: Imam Ahmad telah meriwayatkan di
Musnad-nya juz 4 halaman 382 dari jalan Faa-id bin Abdurrahman bin Aufa dengan
ringkas. Al Imam Ibnul Jauzi telah
meriwayatkan hadits di atas di kitabnya Al Maudhu’at juz 3 halaman 87 dari
jalan Faa-id seperti diatas. Berkata Abdullah bin Ahmad (anaknya Imam Ahmad
yang meriwayatkan kitab Musnad bapaknya) setelah meriwayatkan hadits diatas
yang ia dapati di kitab bapaknya bahwa bapaknya tidak ridha terhadap hadits
Faa-id bin Abdurrahman atau menurut beliau bahwa Faa-id bin Abdurrahman itu matrukul hadits. Berkata Imam Ibnul
Jauzi setelah meriwayatkan hadits di atas:
“Hadits ini tidak sah datangnya dari Rasulullah SAW. Dan didalam sanadnya
terdapat Faa-id, telah berkata Imam Ahmad bin Hambal: Faa-id matrukul hadits.
Dan telah berkata Yahya (bin Ma’in): Tidak ada apa-apanya. Berkata Ibnu Hibban:
Tidak boleh berhujjah dengannya. Berkata Al ‘Uqaily: Tidak ada muttabi-nya
didalam hadits ini dari rawi yang seperti dia.”
4. Saya berkata (Abdul Hakim): Tentang Faa-id bin
Abdurrahman seorang rawi yang sangat lemah telah lalu sejumlah keterangan dari
para Imam ahlul hadits di hadits kedua (no. 2) dari kitab ini, yakni: a.
Berkata Imam Ahmad bin Hambal: Matrukul Hadits. b. Kata Imam Ibnu Ma’in: Dha’if, bukan orang
yang tsiqah. c. Berkata Imam Abu Dawud:
“Bukan apa-apa.” d. Berkata Imam
Nasa’i: Bukan orang/rawi yang tsiqah, matrukul hadits. e. Berkata Ibnu Hibban: “Tidak boleh
berhujjah dengannya.” f. Berkata Imam
Bukhari: “Munkarul Hadits.” (Maksud perkataan Imam Bukhari diatas telah beliau
jelaskan sendiri dengan perkataannya yang mashur: “Setiap rawi yang telah aku
katakan (Jahr) sebagai munkarul hadits maka tidak halal meriwayatkan hadits
darinya”) g. Berkata Imam Abu Hatim:
“Hadits-haditsnya dari jalan Ibnu Abi Aufa batil-batil”. h. Berkata Imam Hakim: “Ia telah meriwayatkan
dari Ibnu Abi Aufa hadits-hadits maudhu’.”
5. Kata Abdul
Hakim kemudian: “Sebagai mana hadits Tsa’labah maka hadits Al Qomah pun BATIL
bila ditinjau dari jurusan matan-nya. Karena tidak ada seorang pun sahabat yang
datang dari hadits-hadits yang sah yang durhaka kepada orang tuanya istimewa
kepada ibunya. Bahkan yang ada sebaliknya bahwa mereka adalah orang-orang yang
sangat berbuat kebaikan (birrul walidain) kepada orang tua mereka apalagi
kepada ibu mereka.
6. Menutup
catatan ini marilah kita renungkan firman Allah surah At Taubah ayat 100: "Orang-orang yang terdahulu lagi
yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan
mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Itulah kemenangan yang besar."
Wallahu a’lam.
Kuala
Kapuas, 16 September 2012
Komentar
Posting Komentar